Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kembali memiliki 3 makna yang semuanya merupakan kata kerja. (1) Balik ke tempat atau keadaan semula, (2) lagi, dan (3) sekali lagi, berulang lagi.

Saya kembali. Yes I am here guys! Setelah sekian lama selalu menutupi rasa malas dengan berbagai alasan untuk tidak kembali menulis disini. 

Barangkali ini hal yang klise. But honestly, sulit sekali memulai menulis kembali. 
Padahal, banyak sekali rasa yang ingin saya ungkap, cerita yang ingin saya tuangkan, kisah yang ingin saya tuliskan, makna dalam hidup yang ingin saya ukir disini sebagai tempat muhasabah diri. Dan barangkali bisa setidaknya sebagai bahan bacaan diwaktu senggang, atau pembelajaran, atau bahkan bisa menginspirasi kamu yang berada di depan monitor atau layar handphone saat ini.

It almost 1,5 years, i am inactive to post in instagram (sometimes I post instagram story, yaa, for keep my moment) dan ternyata hal tersebut memberikan efek gelembung ke sekitarnya. Saya jadi jarang sekali menulis terlebih-lebih menulis di blog, di facebook dan twitter yang singkat saja super jarang.

Jika ditanya tentang kenapa gak aktif di instagram, jawabannya bisa singkat, bisa juga panjang. Haha. Singkatnya, salah satu contohnya adalah like I lost myself. It’s good enough to post good news from us and share it. That the Social media works right? But ya, saat itu, saya hanya merasa too much and  I am tired. So I challenged my self untuk tidak post di feed instagram salama setahun dan ya I did it. Eh keterusan dan berefek juga di blog ini hehe.

I am back now! Bukan karena tantangan untuk tidak post di instagram sudah selesai, jadi ngefek juga ke blog. Bukan. Seperti yang saya tulis di paragraf ke dua,  saya ingin kembali melakukan refleksi diri dan berbagi kembali dengan menulis disini. Seperti misalnya menuliskan kisah dibalik saya melanjutkan kuliah lagi misalnya, atau sekarang saya sudah lulus S2 lalu kegalauan setelah lulus S2 seperti apa, menjadi jomblo di usia yang kata orang sudah waktunya nikah ini, kisah saya ke US lagi dan berpetualang ke LA, berbagi rasa bagaimana keponakan saya menikah duluan ketimbang tantenya haha, memutuskan untuk tinggal di  Jakarta (sementara ini) dengan pertimbangan apa, tiba-tiba harus handle tim dan langsung nyemplung gitu aja di kantor baru, banyak kisah lain yang ingin saya bagikan dan juga saya ingin mendapatkan masukan serta membaca kisahmu juga.

Seperti saat ini, saya sedikit berfikir apakah saya bisa (baik) kembali di sini? Apakah tulisan saya akan dibaca? Apakah terlalu formal jika saya menggunakan paragraf pertama saya dengan mengutip KBBI? Atau terkesan sok-sok an dan terlihat ilmiah? Atau melihat paragraf pertama saja sudah membuatmu tak tertarik membaca tulisan ini?

Kata orang bijak, apapun bisa dilakukan dengan tulisan. Words have the positive power. Looking forward for your words. :) 

*my blog is undermaintenance karena pindah hosting, jadi banyak foto yang hilang


“Semangat, Jangan Takut, Banyak orang bantu, Google akan membantu, Woman Will akan membantu. Pasti bisa, saya sangat yakin sekali wanita-wanita, perempuan Indonesia bisa tetap maju, bisa tetap hebat di IT Digital, Yuk kita maju rame-rame!”

Pesan dari Bapak Randy Jusuf, Managing Director Google Indonesia, yang langsung saya dapat untuk diabadikan dalam Vlog baru saya yang bertajuk Bincang Ria. Dalam perbincangan singkat tersebut saya baru ingat untuk mengabadikannya di moment terakhir, saat beliau memberikan pesan-pesan untuk saya, perempuan Indonesia yang bergerak di bidang IT.

Bagi saya perempuan yang ada di dunia IT itu selalu menarik, karena dalam beberapa hal, saya sendiri merasa terkadang bahwa, iya, hal ini sulit, di mana memang banyak pria yang lebih mendominasi di dunia IT. Namun banyak juga kok perempuan hebat di dunia IT, I want to show you guys di Vlog saya tersebut. Well, seperti tajuknya kali ini, Maju Rame-Rame, Google Indonesia memang sedang berkomitmen dengan memberikan berbagai produk dan kemitraan yang akan bantu warga Indonesia untuk maju rame-rame, khususnya dalam ekonomi digital yang sangat ini berkembang pesat.

Saya super bersyukur bisa untuk kedua kalinya datang di acara tahunan Google Indonesia ini. Tahun 2018 ini, untuk kali ketiga, Google Indonesia membuat acara ini dan setiap tahunnya memang ada aja tuh “Persembahan untuk Indonesia”. Nah, pada tulisan saya kali ini, bakalan kasih ringkasan singkat, apa saja sih persembahan dari Google untuk Indonesia biar kita bisa Maju Rame-Rame.



Komitmen untuk mengadakan pelatihan keterampilan digital bagi 1 juta UKM lagi!

Program ini sebetulnya sudah saya ketahui sedari lama, mengingat di Kibar, kantor pertama saya dulu, saya ikut mengerjakan program Google terkait hal ini, yaitu Gapura Digital di tahun 2015 silam. Namun kali ini berbeda, sejak 2015 Google telah melatih satu juta UKM Indonesia dan pada Google for Indonesia lalu, Google mengumumkan komitmen barunya untuk melatih satu juta lagi UKM sampai tahun 2020. Wow! Selain inisiatif literasi digital ini juga ada dana sebesar USD $875,000 dari organisasi filantropi Google yaitu Google.org, untuk Maarif Institute, Peace Generation, RuangGuru Foundation, Love Frankie, dan Cameo Project untuk membina 12.000 siswa untuk menjadi agen toleransi, multikulturalisme dan nilai-nilai positif. Awesome kan!

Meluncurkan Jobs on Google Search

Ini nih! Fitur agregator ini bakalan mempermudah masyarakat Indonesia untuk menyaring lowongan kerja yang memang sesuai dengan passion dan apa yang diinginkannya. Cara kerja Jobs on Google Search ini termasuk mudah, dimana saat kita melakukan pencarian dengan kata kunci “lowongan pekerjaan” maka tampilan yang muncul adalah lowongan pekerjaan dari seluruh web, dengan fitur untuk menggolongkannya ke dalam berbagai kriteria, termasuk jenis pekerjaan, industri, ataupun kota lowongan perkerjaan tersebut. Jadi gak perlu buka laman website pencarian pekerjaan satu-satu. Semuanya sudah ada di agregator ini dan tidak ada redudansi semisal lowongan tersebut di post di beberapa halaman website pencarian kerja.

Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) untuk menyediakan konten berbahasa Indonesia

Beberapa pekan lalu saya mencoba beberapa website Google yang menyediakan konten bahasa Indonesia, misalnya MLCC (Machine Learning Crash Course). Nah ternyata, Google memang sedang berkonsentrasi pada hal ini. Di Google for Indonesia kemarin, Ken Tokusei, Director International Search, menjelaskan beberapa fitur-fitur baru Search yang menawarkan akses informasi yang lebih mudah dengan bahasa Indonesia. Google berkolaborasi dengan Wikipedia, jadi sistem Google bakalan mengidentifikasi artikel Wikipedia yang relevan dan hanya tersedia dalam bahasa Inggris,lalu  menerjemahkannya ke bahasa Indonesia dengan menggunakan sistem neural machine translation yang diberdayakan AI, dan kemudian memunculkan artikel tersebut di Google Search. Keren kan. Saya selalu suka dengan hal-hal yang berbau AI seperti ini. Hal ini mengingatkan saya dengan skripi saya saat S1 dulu. Hehe

WizPhone, ponsel kelas menengah buatan Indonesia yang dilengkapi Asisten Google!


Nah ini nih! Pengumuman paling mencengangkan di mana WizPhone ini adalah ponsel buatan Indonesia pertama yang sudah dilengkapi dengan Asisten Google. WizPhone dibuat bersama Wizphone dan Alfamart. WizPhone menggunakan KaiOS atau sistem operasi ponsel ringan yang menghadirkan aplikasi dan layanan yang canggih di dalam ponsel kelas menengah. WizPhone ini bakalan diluncurkan melalui toko-toko Alfamart di seluruh Indonesia, dengan harga IDR 99.000. Gila gak tuh! Saya ikutan antri dah buat beli Wizphone!

Google Go, untuk semua orang!

Everything is go! Google Go ini bisa dibilang “aplikasi serba guna” untuk internet dengan teknologi AI. Google Go ini bisa dibilang seperti halnya Google Search biasanya tapi lebih ringan dan bakalan membantu menemukan berbagai situs dan aplikasi dengan mudah. Lebih keren lagi karena aplikasi ini bisa membacakan halaman yang kita buka. Google Go menggunakan AI untuk membantu mengidentifikasi bagian halaman yang harus dibaca dan menghasilkan pengalaman pengguna yang natural dan lancar, bahkan dengan koneksi 2G. Ya tapi tentu saja aksen mbak-mbak atau mas-mas yang bacain ini masih keliatan “robot” banget jika membaca halaman berbahasa Indonesia. Tapi secara menyeluruh ini bakalan bantu banget kalau misal sedang tidak bisa membaca langsung halaman web. Jadi suruh Google Go aja yang bacain hehe

Fitur-fitur baru di Google Maps!

Wohoohooo, ini fitur bakalan bantu banget bagi saya yang suka menggunakan Google Maps. Bahkan saya hadir di Google for Indonesia ini berkat kontribusi saya ke Google Maps sebagai Google local guides. Fitur yang diluncurkan pada saat Google for Indonesia kemarin diantaranya adalah kemampuan untuk mengikuti lokasi bus secara real-time (ini bakalan bantu banget untuk check busway udah sampai mana), membagikan progres perjalanan secara real-time kepada keluarga atau teman (Suka banget fitur ini, biasanya saya menggunakan fitur live location via whatsapp! Tapi sekarang bsia menggunakan Google Maps. Cihuy!), dan mendapatkan notifikasi saat harus turun dari kendaraan. Selain fitur baru di Google Maps, Krish Vitaldevara, Director Product Management Google Maps, kemarin juga mengumumkan peluncuran aplikasi Google Bisnisku yang baru di Indonesia. Aplikasi ini dirancang untuk membantu pemilik usaha lebih terhubung dan mendapatkan lebih banyak pelanggan. Badan usaha bisa membuat posting yang akan muncul di profil bisnis mereka di Google Search dan Maps, membagikan update tentang produk, penawaran, bahkan event. Mereka juga bisa diikuti pelanggan dan berinteraksi dengan mereka melalui pesan, booking, penawaran spesial, juga ulasan! Mantab sekali karena sekarang kita bisa chat langsung pemilik Bisnis via Google Maps!


Selain mengumumkan produk dan program mereka, Google juga mengundang Bapak Arief Yahya, Menteri Pariwisata Indonesia dan juga Nadiem Makarim, pendiri dan CEO Gojek sebagai keynote speakers. Pada sesi ini saya benar-benar terkagum-kagum dengan dua sosok ini. Pengalaman luar biasa bisa mendengarkan mereka langsung melalui bangku peserta. Persis di hari sebelumnya saya membaca buku “Purpose” nya mbak Alamanda, yang banyak bercerita tentang Nadiem Makarim (next insyaAllah bakalan review bukunya yak). Jadi, benar-benar penasaran ingin secara langsung mendengarkan pengalaman Nadiem sendiri. Dipandu oleh Vice President of Product Management sekaligus General Manager of Payments and Next Billion Users Initiative Google, Caesar Sengupta, topik yang dibahas seputar rahasia Go-Jek berkembang sehingga menjadi salah satu unicorn di Indonesia. Ada tiga hal yang penting menurut saya dalam sesi talkshow bersama Nadiem ini, diawali dengan ide sendiri, Go-Jek menjadi sukses karena Nadiem punya 3 karakter yang oke punya:
  • Dengarkan orang lain. Terkadang mungkin sebagian besar dari kita memang susah untuk mendengarkan orang lain karena merasa ide kita itu benar dan terbaik. Berbeda, Nadiem justru sering mendengarkan orang lain. Hal ini juga dibahas dalam bukunya mbak Ala.
  • Don’t be another person, just be yourself. Dalam hal apapun, tidak hanya tentang startup, terkadang lagi-lagi sebagian besar dari kita mungkin suka sekali membandingkan diri dengan orang lain, lalu ingin menjadi seperti orang tersebut. Nah, kata Nadiem, kita jangan mencoba menjadi orang lain. Mereka yang berhasil selalu berusaha menyelesaikan masalah dengan hasrat dan ketekunan tinggi dan tidak menjadi orang lain. Jadi, mari menjadi diri sendiri dan mengerjakan apa yang menjadi hasrat kita dengan ketekunan yang tinggi.
  • Make questions for everything, bahkan ke mentor kita. Somehow kalau dari saya sendiri, kadang suka bingung mau bertanya apa, bagaimana, malu dan sebagainya. Padahal ini penting. Dengan bertanya kita jadi tau banyak hal yang mungkin belum kita ketahui atau sudah kita ketahui tapi jadi dapat insight karena prespektif yang berbeda.

Sesi Nadiem ini memang berupa talkshow jadi interaktif antara Pak Nadiem dan Caesar sebagai moderatornya. Namun, sesi keynote dari Pak Arief Yahya tak kalah interaktif. Bahkan tanpa menggunakan slide presentasi, Pak Arief Yahya memberikan pemaparan yang luar biasa. Beliau menjelaskan dengan apik hubungan antara regulasi dan teknologi, kerja sama antara Kemenpar dengan Google yang sudah terjalin 3 tahun ini dan Google yang ternyata mitra utama Kemenpar untuk mengimplementasikan digital marketing. Nah tahun depan, Kemenpar bakalan bikin Wonderful Indonesia Start-Up Academy (WSA), yaitu academy/ kompetisi untuk membuat start-up Pariwisata, sehingga akan makin banyak UKM Pariwisata yang ada di Indonesia.



Program dan produk yang diumukan mungkin memang tak sebanyak
tahun lalu, namun ternyata banyak sisi positif dari program dan produk baru Google untuk Indonesia ini. Tentu seperti tahun lalu, setelah mendatangi acara ini, saya selalu berharap semoga dengan adanya produk dan program baru dari Google, semakin membantu saya dan masyarakat Indonesia lainnya untuk lebih produktif dan menjadi manfaat bagi banyak orang ya. Maju Rame-Rame untuk Indonesia yang lebih baik! 😊



Millennials aren't as smart about money as they think. Many young adults are managing jobs, student loans and home ownership, yet they fall short on financial know-how. - Jessica Dickler, CNBC
Sebagai seorang yang lahir di tahun 1990an dan termasuk dalam generasi yang paham teknologi, maka saya termasuk dari Generasi Millenial yang menurut beberapa ahli, kami memikul a number of financial burdens (beban keuangan). Menurut Business Insider US, hal ini dikarenakan kenyataan bahwa kami, generasi millennial, tumbuh atau memasuki dunia kerja selama Great Recession sehingga menciptakan tantangan keuangan yang unik. Untuk menyikapi tantangan tersebut, saya mulai belajar mengenai keuangan agar menambah literasi finansial saya.


Tiga bulan lalu, saya mencoba melakukan "investasi" ke sebuah fintech, bentuknya peer to peer lending (P2P lending). Saya merasa sangat dipermudah dengan adanya teknologi, karena bisa melakukan investasi hanya melalui aplikasi dalam ponsel pintar saya. Namun, kemudahan ini tentu dibarengi dengan risiko-risiko lainnya. Nah, mengenai kemudahan dan risiko ini saya musti belajar lagi, beruntung hari Jumat 23 November 2018 ada Ngobrol Tempo yang membahas tentang hal ini. Acara ini diisi langsung oleh Hendrikus Passagi (Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK), Tumbur Pardede (Ketua Bidang Kelembagaan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia, CEO dan Founder Fintag), Zulfitra Agusta (CCO Crowdo) dan Surya Wijaya (CIO KlikAcc).

Para pembicara memberikan banyak insight mengenai kemudahan dan risiko yang musti kita kenalin bahkan sebelum melakukan invetasi ke produk fintech yang memang dikenal mudah. Sebelumnya kita musti tau bahwa ada berbagai macam bentuk fintech: ada payment, crowd funding, digital banking, capital market, insurtech dan supporting fintech. Nah, P2P lending ini termasuk di kategori crowd funding.




Awalnya saya memilih untuk melakukan investasi fintech melalui P2P lending selain hasil rekomendasi dari seorang kawan, tapi juga karena ingin membantu UMKM di Indonesia yang melakukan peminjaman melalui P2P lending, tanpa tahu bahwa ada berbagai macam produk fintech. Selain itu ternyata P2P lending itu juga ada yang legal dan ilegal! Ngobrol Tempo kali ini para pembicara memberikan kiat-kiat untuk kita para lender (sebutan untuk orang yang melakukan 'investasi' atau pendanaan). Yang pertama tentu Pengecekan Legalitas penyelenggara apakah sudah terdaftar di OJK atau belum. Hal ini musti benar-benar cek sedari awal sebelum melakukan investasi. P2P lending yang sudah terdaftar dan memiliki ijin OJK dapat di cek di laman OJK sesuai dengan Peraturan OJK No 77 Tahun 2016. Beruntung P2P Lending yang sudah saya gunakan sudah terdaftar karena memang sebelum melakukan investasi di sana, saya melakukan pengecekan juga terlebih dahulu. Ada banyak P2P lending yang bodong alias ilegal, jadi kita musti waspada dan melakukan pengecekan ini.

Yang kedua, pahami risiko setiap calon peminjam sesuai dengan score peminjam yang ada di platform. Setiap P2P lending kayaknya sudah melakukan profiling dari setiap peminjamnya. Sehingga dengan mudah kita bisa tahu bisnis dari peminjam ini apa, bagaimana tingkat risiko kalau kita meminjamkan uang ke sana. Yang ketiga, diversifikasi pemberian pinjaman. Nah yang ini musti kita lakukan, jadi sebarin uang yang mau di investasi ke beberapa peminjam di platform P2P lending yang kita gunakan. Jangan di satu peminjam saja. Yang ke-empat, bandingkan risiko dan imbal hasil pinjaman antar penyelenggara. Kalau yang ini saya memang belum melakukan, saya baru mencoba melakukan di P2P lending yang menurut rekomendasi kawan sesuai dengan syariat Islam, dan masih sedikit P2P lending yang syariah, sehingga saya tidak melakukan perbandingan. Kiat terakhir adalah bila penyelenggara terdaftar di OJK tersebut melakukan pelanggaran, maka segera laporkan ke AFPI dan OJK yaaa.


Semoga para penyelenggara P2P Lending di Indonesia ini amanah ya, karena memang hal yang paling dasar dari P2P lending itu adalah KEPERCAYAAN, baik dari pemberi dana (lender), penyelenggara (platform) dan peminjam (borrower).





Percakapan, diskusi dan bahkan berdebat saat ini bisa diakomodir melalui ponsel, pun hanya berbasis teks. Saya bergabung di beberapa grup aplikasi perpesanan, yang orang-orang didalamnya pun dari berbagai latar belakang. Ada yang masih kuliah, lanjut kuliah S2 dan S3, ada yang telah berkarya dengan membangun perusahaan rintisan, ada yang bekerja di berbagai bidang. Ada yang masih sendiri dan banyak pula yang telah berumah tangga. Topik yang kami bahas seringkali beragam, mulai dari candaan sampai hal serius. Mulai dari bahas hal receh bahkan sampai hal yang berbobot. Kamu gimana, pasti punya grup aplikasi perpesanan yang kayak gitu kan? :)

Pembicaraan berbobot dan sering diikuti diskusi dengan tema yang sama namun dari berbagai grup aplikasi perpesanan tersebut adalah tentang Internet yang sudah menjadi kebutuhan yang tak terpisahkan dan bagaimana pola asuh terhadap anak yang merupakan digital native. Digital Native ini menurut Marc Prensky merupakan generasi yang saat ia lahir sudah berada pada lingkungan dengan perkembangan teknologi baik komputer, internet, dan lainnya dengan pesat.

Banyak pro kontra bagaimana memberikan anak akses berselancar di dunia maya. Pembicaraan kami semakin menarik saat semakin bermunculan pada calon bapak dan ibu atau orang tua yang anaknya masih TK bahkan balita yang “khawatir” dengan kemahiran anaknya mengoperasikan ponsel pintar. Saya sendiri mengangguk, mengiyakan kekhawatiran tersebut karena keponakan-keponakan saya-pun mahir menggunakan ponsel pintar, laptop dan juga komputer di rumah. Mereka bisa menghidupkan gawai-gawai tersebut, membuka pemutar video daring dan mencari sendiri video yang mereka suka. Lagu bernada Baby Shark dengan berbagai macam lirik, itu yang selalu diputar. Bahkan kerap kali melakukan panggilan video dengan saya, dan itu keponakan saya sendiri yang melakukan panggilan tersebut (FYI usianya baru 2thn).

Ada pula seorang bapak yang berkomitmen untuk menjauhkan gawai dari anaknya. Namun apa daya, karena ia tak hidup dengan anaknya sendiri tapi dengan istrinya juga ada keluarga dan tetangga di sekitar anaknya. Jadi anaknya pun akan menangis jika tidak diperbolehkan memegang ponsel. Ada yang menimpali bahwa sama halnya dengan anaknya, sehingga akhirnya bapak yang satunya ini memberikan batasan kepada anaknya hanya untuk menonton satu video saja.

Sebagai mahasiswa TI dan sering mengikuti berbagai kegiatan TI, saya kerap kali diminta untuk berbagi tips, bagaimana mereka harus bersikap. Sebuah dilema tentu saja, karena saya sendiri belum menikah dan punya anak, bagaimana saya bisa berbagi tips?



Saya mulai menyaring informasi-informasi dan pengalaman-pengalaman mana saja yang bisa saya bagikan kepada mereka. Saya tidan memberikan tips, namun biasanya saya hanya berbagi kisah saja, apa yang saya lakukan dalam menggunakan internet sehari-hari dan memanfaatkan teknologi ke hal-hal positif, tentu tidak semua saklek bisa diterapkan sebagai “pola asuh”. Menghindari internet juga bukan hal yang mudah, maka yang dibutuhkan adalah kemampuan dalam memilah dan memilih apa yang menjadi asupan kita (dan anak) melalui internet. Kenapa musti dipilah dan dipilih? Karena di internet ada banyak konten yang tak hanya baik tapi ada pula konten yang tidak sesuai dengan adab dan norma. Kontrol diri (bagi saya) dan kontrol dari orang tua (untuk kakak2 saya dan para orang tua) untuk memberikan akses internet kepada anaknya sangat penting. Diperlukan adanya komitmen dan ketegasan dalam hal ini.

Selain itu, pun beberapa kali saya diminta oleh bapak kepala perpustakaan daerah atau guru-guru di sekolah untuk mengisi acara terkait perkembangan teknologi. Tentu hal yang sama yang saya bagikan. Bagaimana memanfaatkan internet baik. Saya bersyukur semakin kesini semakin banyak yang sadar akan pentingnya menyebarluaskan literasi digital dengan lebih positif. Kita juga cukup beruntung ada Program Internet BAIK yang diluncurkan pada 2016 oleh Telkomsel dengan menggandeng Kementerian Komunikasi dan Informatika yang bertujuan menciptakan ekosistem digital yang positif dan konstruktif dengan penggunaan internet Bertanggung jawab, Aman, Inspiratif, dan Kreatif. Bahkan, kampanye #internetBAIK ini melibatkan Yayasan Kita dan Buah Hati yang fokus dalam kegiatan konsultasi, pendampingan, pelatihan, dan advokasi seputar isu keluarga dan pengasuhan anak. Hal ini tentu penting sekali, mengingat dari beberapa grup aplikasi perpesanan yang saya sampaikan diatas, bahwa banyak yang khawatir bagaimana mengasuh anak digital native. Selain Yayasan Kita dan Buah Hati, ada pihak lain yang dilibatkan, yaitu ICT Watch sebagai organisasi penggagas awal gerakan digital literasi 'Internet Sehat' dan Kakatu, aplikasi yang dapat digunakan untuk memproteksi dunia digital anak agar terhindar dari kecanduan gadget, permainan online dan konten negatif lain yang ada di dalamnya. Nah yang ini penting juga, proteksi dunia digital. Jadi bukan menghindari tapi melakukan proteksi dunia digital bagi anak.



Kepedulian dari Telkomsel dengan adanya Program #internetBAIK tentu harus dimanfaatkan dengan baik.  Kehadiran seperangkat navigasi dan panduan yang dapat kita (pengguna internet) gunakan untuk dapat mengambil sebesar-besarnya manfaat, dan menekan sekuat-kuatnya dampak buruk yang ada di dalamnya. Perangkat navigasi dan panduan ini mengacu pada norma dan etika yang penuh tanggung jawab, melibatkan pemahaman tentang resiko perilaku online yang berbahaya. Sehingga kita akan semakin sadar pentingnya melindungi diri sendiri dan orang lain dan tentu menerapkan perlindungan diri tersebut secara aman. Para calon orang tua dan orang tua saat ini pun kini bisa belajar melalui panduan, workshop dan seminar yang diadakan oleh #internetBAIK. Internet Baik ini tentu tidak dapat berjalan sendiri, kita musti ambil peran juga dalam internet Baik. Semua orang bertumbuh untuk menjadi semakin baik kan? Ambil peranmu dalam #internetBAIK ya. :)

Keamanan berbanding terbalik dengan kenyamanan.  Begitu kalimat yang sering kita dengar. Antara setuju gak setuju, ya terkadang memang begitu adanya.

Fenomena GDPR (General Data Protection Regulation) sudah umum didengar semenjak kasus Facebook. Sudah banyak pula pakar yang membahas tentang hal ini. Teman-teman bisa googling terkait hal tersebut ya. Saya tidak membahas tentang GDPR lebih lanjut, karena nampaknya pengetahuan saya pun tak sebanyak itu. Saya hanya akan berbagi kisah tentang “bocornya data perusahaan” yang merugikan saya sebagai konsumen.

Hampir Ketipu 5 JUTA RUPIAH karena Data yang dicuri!

images from https://gdpr.report/news/2017/05/10/cifas-urges-better-fraud-education-rise-facility-takeovers/

Menginjak semester ke 3 (Februari-Juni 2018) kuliah di ibukota membuat saya yakin bahwa saya bisa benar-benar survive hidup di sini. Tapi setelah masuk bulan Maret, saya mulai merasakan yang namanya ibu kota kejam kesayangan ini!

Semester ini saya mengambil kuliah penuh, ditambah dengan saya mengambil Karya Akhir (penyebutan dari thesis/ penelitian sebagai syarat untuk lulus kuliah pascasarjana untuk program studi saya). Kuliah berjalan lancar meskipun tentunya membagi waktu ternyata tak semudah dan segampang yang kita omongkan dan canangkan.  Nilai turun sudah menjadi konsekuensi-lah, eits! Bukan itu pointnya! Kok saya malah curhat sih (^^)v. Di awal semester kemaren saya sudah seakan2 diuji sidang thesis #ups maksudnya saking deg-degan karena saya merasa mengalami/ terkena “penipuan”. Entah baiknya dinamakan penipuan atau tidak ya? Kalian bisa tanggapi setelah mendengarkan cerita saya ini..

Sebagai mahasiswa yang full mahasiswa alias tanpa sambil bekerja di suatu institusi, saya selalu merasa ingin membantu teman-teman kelas saya jika ada yang perlu dikoordinasikan. Semisal di semester 1 dan 2 lalu, saya jadi volunteer untuk mengkoordinir pembelian buku untuk masing-masing mata kuliah. Semester 3 sebagian dari kami memiliki peminatan yang berbeda sehingga pembelian buku-pun dikoordinir masing-masing kelas dengan peminatan tersebut. Hal yang berbeda di semester ini adalah kami akan segera membuat Jaket Angkatan. Untuk kelas kami, singkatnya setelah semua orang sibuk, saya pun mengajukan diri sebagai volunteer.

Pemilihan vendor, bahan, warna dan model anggap saja berjalan lancar. Kami mendiskusikannya via Whatsapp group. Voting ini itu dan intinya berjalan dengan semestinya. Kami memilih vendor yang sudah sering digunakan oleh salah satu perusahaan dari teman kami jika perusahaan mereka membuat seragam. Setelah ditelisik melalui websitenya, pun nampaknya memang vendor yang berkelas. Saya mulai email dan melakukan pemesanan, dilanjutkan komunikasi via telepon. Saya dimintai nomor telepon melalui email resmi perusahaan agar mudah dihubungi, katanya. Semua berjalan cepat dan aman, saat itu. Bendahara kami melakukan DP alias pembayaran awal untuk pemesanan jaket kami.

Keganjilan mulai datang saat masuk minggu ke-3 pemesanan. Jaket kami tak ada kabar, padahal jika sesuai janji, sebulan pun jaket sudah dikirim. Saya beberapa kali mengirimkan pesan melalui whatsapp, ada aja alasan rapat-lah, dinas keluar kota-lah dan sebagainya dari si penanggung jawab jaket kami di perusahaan tersebut. Kami-pun akhirnya mengetahui dari perusahaan tersebut bahwa tidak ada pemesanan atas nama saya. Kaget, bingung, cemas dan takut jadi satu. Kuliah padat, bimbingan progress penelitian sepekan sekali dan saat itu tambah satu lagi kesibukan saya, ngurusi si penipu ini.

Jakarta oh Jakarta, nampaknya kalau sudah kepepet orang akan berbuat segalanya ya!

Saya kesal sama diri sendiri karena gampang sekali tertipu. Saya mulai baca lagi email2 dengan perusahaan tersebut, dan ternyata email terakhir memang ganjil. Saat meminta nomor telepon saya, tidak ada signature customer survice seperti sebelum-sebelumnya. Saya mulai mengingat-ingat kembali percakapan pertama melalui telpon di mana ternyata saat itu saya memang lagi di jalan sepulang kuliah dan tetap bertanya dengan teman-teman terkait jaket tersebut sembari telepon. Saya mulai melihat beberapa obrolan chat dimana ternyata nomor rekening yang diberikan bukanlah nomor rekening atas nama perusahaan! Gilak dan saya langsung teruskan nomor rekening tersebut ke bendahara, bendahara juga langsung transfer DP-nya senilai 5juta. Bodoh! Saya menggerutu pada diri sendiri.

Self healing dan belajar menjadi Good Driver

 *Self Driving ini dibuka lho kelasnya oleh Prof Rhenald. Saya baru akan join. Bismillah ya..

Jujur saja, saya belum pernah membaca buku Prof Rhenald yang Self Driving, namun saya pernah membaca beberapa review tentang buku tersebut. Tentu esensinya berbeda dengan membaca langsung buku tersebut. Dan nampaknya mungkin kurang cocok juga dengan kasus saya sekarang, dan mungkin juga cocok dengan metode cocokologi yang saya gunakan. Hehe

Saya melakukan terapi diri dengan mencoba mengikhlaskan yang terjadi dan berencana mengganti uang kelas tersebut. Waktu menunggu jaket yang sudah sebulan tak jadi-jadi tentu tak bisa saya ganti. Saya sudah berdiskusi dengan sahabat-sahabat yang berada di kelas yang sama. Mereka kurang setuju jika saya melakukan ganti rugi, toh bukan kesalahan saya, katanya. Saya tentu menyalahkan diri sendiri yang kurang teliti dan kurang tegas saat mengurus jaket kelas. Saya terapi lagi diri saya dan mencoba mengendarai diri saya sendiri. Saya memutar otak, mengganti kata-kata negatif tentang si oknum dan mencoba kritis akan sesuatu.

Saya mencoba menumbuhkan prinsip-prinsip menjadi seorang driver yang saya baca dari review buku tersebut. Disiplin diri, Mengambil risiko, Plat to Win, The Power of Simplicity, Creative Thinking, Critical Thinking dan Growth Mindset. Kalau soal disiplin diri mungkin kurang tepat pada kasus saya saat itu, tapi saya mencoba menerapkan sasaran dalam kasus ini. Yaitu saya tidak boleh rugi secara materi dan segera menjadikan jaket itu JADI. Saya mengambil risiko dengan terus mendesak oknum untuk memberikan informasi tentang jaket saya. Singkat cerita, ia memberikan nomor “orangnya” yang katanya yang mengerjakan jaket kelas kami. Ternyata itu merupakan vendor jaket juga, namun dengan skala yang lebih kecil ketimbang perusahaan awal kami memesan, tentunya.

Saya tentu harus Play to Win donk. Saya punya sasaran untuk segera menjadikan jaket ini beneran jadi secara fisik dan tanpa kerugian materiil dari saya pribadi. Saya mulai optimis saat “orangnya” oknum tersebut ternyata bapak-bapak baik hati. Kami berkomunikasi via telepon, saya menjelaskan kronologis yang saya hadapi dan begitu pula bapaknya. Menurut bapaknya si oknum tidak berniat menipu, hanya saja mungkin kepepet atau gimana, karena sejujurnya bapaknya sudah membelikan bahan dengan uang yang diberikan namun tidak sejumlah 5juta, hanya 2juta saja, katanya. Baiklah, again saya percaya walau hanya melalui telepon. Saya sudah tak peduli dengan oknum asal jaket kami selamat.

Bapak tersebut ternyata belum menjahit jaket kami karena si oknum masih memiliki 3 orderan baju yang belum dibayarkan. Bapak vendor rumahan tersebut khawatir jikalau uang kami nanti dijadikan penutup untuk tanggungan-tanggungan sebelumnya, makanya bapaknya tidak pernah menjahit jaket kami selama satu bulan itu. Dia hanya membeli bahan saja, pertanda ia serius mau mengerjakannya.

The power of simplicity. Saya mencoba sesederhana mungkin agar saya tidak rugi dan bapak vendor rumahan ini juga tidak rugi karena sudah membeli bahan. Saya menghubungi oknum yang akhirnya memberikan saya dua pilihan (padahal sudah proses sebulan lho dari pemesanan), dia mau mengembalikan uang full 5 juta jika saya membatalkan pemesanan atau melanjutkan pemesanan dan satu minggu jaket jadi. Gilak! Emang iya satu pekan jaket bisa jadi dengan jumlah satu kelas kami? Kami (saya diskusi dengan sahabat-sahabat saya) memilih pilihan pertama, kembalikan uang kami. Dan karena tak ingin bapak vendor itu rugi karena bahan sudah dibeli, kami bekerjasama untuk tetap menjadikan jaket tersebut jadi dengan waktu yang ditentukan.

Masalah timbul lagi donk!!!! Gilak, oknum tersebut menghilang setelah memberikan informasi bahwa akan mengembalikan uang kami 5 juta tersebut. Bapak vendor juga tidak bisa menghubunginya. Gilak! Entah apa yang ia mau, saya mencoba Brainstroming (bagian dari Creative Thingking) bersama sahabat-sahabat saya memikirkan apa yang harus dilakukan. Akhirnya kamu memutuskan untuk ke Tangerang, ke rumah bapak bendor tersebut dan melihat bahan. Jika bahan bagus kami akan melanjutkan asalkan sudah terhitung bahwa 2 juta tersebut adalah uang kami sebagai DP membeli bahan. 3 juta yang lainnya yang dibawa oknum gimana? Perkara nantik! Ah bersyukur sekali ada sahabat-sahabat yang menemani saya ke Tangerang untuk melihat bahan dan menjelaskan kronologis secara langsung ke bapak vendor. Dan diakhiri dengan keputusan harga dari bapak vendor tersebut yang tentu saja lebih murah dari harga yang seharusnya kami bayar ke oknum. Jika ditotal seharusnya uang kami bahkan kembali sekian juta dari total yang seharusnya. Namun karena oknum kabur, saya berfikir untuk melakukan pembayaran sisanya menggunakan uang saya, toh gak sampai 5 juta yang awal dan gak sampai 3juta yang dibawa kabur itu sih.

Wait! Lagi-lagi beberapa sahabat saya dan teman-teman di kelas masih kurang setuju jika saya mmbayar sisanya, mereka bahkan tak berkeberatan jika menambah uang lagi atau minimal mengganti uang transport kami ke Tangerang. Kami tentu menolaknya, “uang transport tak perlu diganti, uang kekurangan pembayaran jaket-pun dipikirkan nanti saja saat jaket sudah jadi”. Begitu yang saya sampaikan. Padahal saya lagi memutar otak lagi kalau gitu si oknum tak boleh lepas.

Oh iya! Saat itu sekitar dua-tiga minggu setelah ketahuan bahwa pesanan kami tidak ada, si perusahaan tempat kami memesan jaket bersikukuh tidak mau bertanggung jawab. Ini perusahaan gede dan berkelas tapi gila sih managemennya. Bisa-bisanya data saya dicuri karyawannya. Saat saya menghubungi perusahaan tersebut untuk minimal bertanggungjawab, saya dilempar sampai ke 3 orang. Beh.  Minimal bantu memberikan solusi-lah jika tidak bisa ganti rugi 5juta, saya malah dimarahin donk saya bapak-bapak tersebut (atasannya si oknum) dengan nada keras melalui telepon! Katanya saya sekolah tinggi tapi kok bisa-bisanya transfer bukan ke rekening perusahaan dan percaya begitu saja. Gila dah. Sejujurnya saya sakit hati saat bapak itu menyatakan kalimat yang tak pantas itu. Saya mencoba sabar dan menahan kemarahan saya. Oke it’s enough kesalahan saya yang bodoh tidak teliti, tapi please mengkaitkannya dengan pendidikan yang saya tempuh saat ini dan sebetulnya tidak mudah, itu menyakitkan!

Saya menjelaskan kembali meskipun sedikit jengkel dan meminta bapaknya minimal memberikan data diri oknum yang ternyata sepekan setelah saya melakukan pemesanan ia telah resign. Ish, ini termasuk pencurian data pribadi gak? Secara nomor telepon saya diambil sama karyawannya lalu kami bertransaksi dan yah kasus ini-pun terjadi! Silahkan dinilai apakah itu pencurian data pribadi terkait GDPR atau enggak. hehe

Lanjut tentang mencoba self driving. Saya mencoba untuk berfikir kritis di keadaan serba ribet tersebut. Semester 3 akan berakhir, tugas semakin numpuk, tidak ada yang memikirkan jaket lagi, apalagi uang yang dibawa kabur sama si oknum. Saya yang masih memiliki rasa bersalah akan kebodohan  ketidak telitian yang saya lakukan, tentu memutar otak untuk tetap agar teman-teman tidak membayar uang kekurangannya. Saya dibantu salah seorang teman di kelas mencari titik lokasi terakhir nomor si oknum dan ternyata masih tetap di rumahnya. Saya mendapatkan informasi terakhir dari bapak vendor rumahan tersebut yang ternyata rumahnya dekat dengan si oknum sebetulnya, bahwa si oknum itu tinggal dengan mertuanya. Bingo! Saya telah mendapatkan data pribadi si oknum dari HRD perusahaan yang memiliki managemen buruk itu, plus nomor istrinya. Saya ingat tentang kasus Social Engineering (please googling it, biar temen-temen waspada) yang marak terjadi. Bukan! Bukan saya akan melakukan social engineering. Saya ingin mengambil part psikologis-nya saja. Saya menghubungi istri si oknum dengan memberikan penjelasan singkat bahwa sebetulnya tidak ingin istrinya terlibat dalam hal ini, namun karena suaminya tidak bisa dihubungi bahkan hampir sebulan, maka kami memutuskan akan melaporkannya ke pihak berwajib (ini tidak bohong lho, sahabat saya di kelas yang sama dengan saya sudah menghubungi sahabatnya yang bekerja di kantor pengacara terkait proses pelaporan, dan dikasih solusi untuk memberikan surat peringatan saja). Sedikit kebohongan yang saya lakukan adalah saya bilang bahwa pada hari senin (karena saat itu hari sabtu), surat itu akan sampai di rumah orang tua anda (alias mertua si oknum). Singkat cerita, si istri nampaknya khawatir jika suaminya dimarahin atau menyebabkan masalah di rumahnya, sehingga akhirnya saya dihubungi nomor yang tidak dikenal dan Bingo! itu adalah si OKNUM itu. Dengan berbagai alasannya dan tanpa meminta maaf sedikitpun, ia berjanji akan mengembalikan uang sisanya pada hari minggu setelah bertemu dengan bapak vendor rumahan tersebut (dalam kondisi dia tidak tahu bahwa kami tetap melanjutkan jaket tersebut).

Dan jeng jeng alhamdulillah, meskipun sekali lagi dia tidak meminta maaf sama sekali kepada saya dan menyerahkan begitu saja ke "orangnya" uang sisanya (jadi dia berdalih ke saya bahwa dia sudah memberikan semua uangnya ke "orangnya" alias ke bapak vendor, saya boleh ambil uang 3 juta dan bahan yang sudah dibeli di bapak vendor rumahan tersebut. Kurang ajar si emang si oknum ini -.-), saya bersyukur sekaliiiiiiiii. Serius lega banget. Dan 2 pekan berikutnya jaket selesai dengan hati super lega meskipun ada beberapa teman kecewa karena ukurannya atau jahitannya yang kurang rapi dibeberapa sudut. Tapi overall semuanya beres dan teman-teman satu kelas bahagia karena bahannya bagus dan bahkan kami memiliki uang sisa, karena mendapatkan harga yang jauh dibawah harga awal. Bendaharapun sibuk mengembalikan uang sisanya ke teman-teman. Hehe
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir. - Terjemahan QS. Al Baqarah: 286

Alhamdulillah alhamdulillah, saya bisa mengakhiri semester 3 tanpa harus merasa bersalah dan mulai berlatih mengembangkan mindset menjadi seorang driver. Tentunya saya juga harus menyelesaikan Karya Akhir saya agar segera lulus. Doain lancar dan berkah dalam mengerjakan Karya Akhir saya ya teman-teman yang budiman :)

Point yang musti di highlight dari kisah saya adalah (1) please lindungi data diri, jangan kasih nomor telepon ke sembarang orang. Saya sudah terlanjur percaya melalui email, jadi saat ditelepon ya berasa itu benar. (2) Belajar dan berlatih self driving dah! Gak ada kata terlambat, saya juga baru mau belajar lagi setelah kasus itu. (3) Kalau kamu punya perusahaan tolong banget jaga data konsumen kamu, jaga data perusahaan kamu, kasih perjanjian ke karyawan yang akan resign. (4) Silahkan cari pointnya sendiri dan berikan melalui komentar dibawah ini ya :D