Menjadi Semakin Baik dengan #internetBAIK

Percakapan, diskusi dan bahkan berdebat saat ini bisa diakomodir melalui ponsel, pun hanya berbasis teks. Saya bergabung di beberapa grup aplikasi perpesanan, yang orang-orang didalamnya pun dari berbagai latar belakang. Ada yang masih kuliah, lanjut kuliah S2 dan S3, ada yang telah berkarya dengan membangun perusahaan rintisan, ada yang bekerja di berbagai bidang. Ada yang masih sendiri dan banyak pula yang telah berumah tangga. Topik yang kami bahas seringkali beragam, mulai dari candaan sampai hal serius. Mulai dari bahas hal receh bahkan sampai hal yang berbobot. Kamu gimana, pasti punya grup aplikasi perpesanan yang kayak gitu kan? :)

Pembicaraan berbobot dan sering diikuti diskusi dengan tema yang sama namun dari berbagai grup aplikasi perpesanan tersebut adalah tentang Internet yang sudah menjadi kebutuhan yang tak terpisahkan dan bagaimana pola asuh terhadap anak yang merupakan digital native. Digital Native ini menurut Marc Prensky merupakan generasi yang saat ia lahir sudah berada pada lingkungan dengan perkembangan teknologi baik komputer, internet, dan lainnya dengan pesat.

Banyak pro kontra bagaimana memberikan anak akses berselancar di dunia maya. Pembicaraan kami semakin menarik saat semakin bermunculan pada calon bapak dan ibu atau orang tua yang anaknya masih TK bahkan balita yang “khawatir” dengan kemahiran anaknya mengoperasikan ponsel pintar. Saya sendiri mengangguk, mengiyakan kekhawatiran tersebut karena keponakan-keponakan saya-pun mahir menggunakan ponsel pintar, laptop dan juga komputer di rumah. Mereka bisa menghidupkan gawai-gawai tersebut, membuka pemutar video daring dan mencari sendiri video yang mereka suka. Lagu bernada Baby Shark dengan berbagai macam lirik, itu yang selalu diputar. Bahkan kerap kali melakukan panggilan video dengan saya, dan itu keponakan saya sendiri yang melakukan panggilan tersebut (FYI usianya baru 2thn).

Ada pula seorang bapak yang berkomitmen untuk menjauhkan gawai dari anaknya. Namun apa daya, karena ia tak hidup dengan anaknya sendiri tapi dengan istrinya juga ada keluarga dan tetangga di sekitar anaknya. Jadi anaknya pun akan menangis jika tidak diperbolehkan memegang ponsel. Ada yang menimpali bahwa sama halnya dengan anaknya, sehingga akhirnya bapak yang satunya ini memberikan batasan kepada anaknya hanya untuk menonton satu video saja.

Sebagai mahasiswa TI dan sering mengikuti berbagai kegiatan TI, saya kerap kali diminta untuk berbagi tips, bagaimana mereka harus bersikap. Sebuah dilema tentu saja, karena saya sendiri belum menikah dan punya anak, bagaimana saya bisa berbagi tips?



Saya mulai menyaring informasi-informasi dan pengalaman-pengalaman mana saja yang bisa saya bagikan kepada mereka. Saya tidan memberikan tips, namun biasanya saya hanya berbagi kisah saja, apa yang saya lakukan dalam menggunakan internet sehari-hari dan memanfaatkan teknologi ke hal-hal positif, tentu tidak semua saklek bisa diterapkan sebagai “pola asuh”. Menghindari internet juga bukan hal yang mudah, maka yang dibutuhkan adalah kemampuan dalam memilah dan memilih apa yang menjadi asupan kita (dan anak) melalui internet. Kenapa musti dipilah dan dipilih? Karena di internet ada banyak konten yang tak hanya baik tapi ada pula konten yang tidak sesuai dengan adab dan norma. Kontrol diri (bagi saya) dan kontrol dari orang tua (untuk kakak2 saya dan para orang tua) untuk memberikan akses internet kepada anaknya sangat penting. Diperlukan adanya komitmen dan ketegasan dalam hal ini.

Selain itu, pun beberapa kali saya diminta oleh bapak kepala perpustakaan daerah atau guru-guru di sekolah untuk mengisi acara terkait perkembangan teknologi. Tentu hal yang sama yang saya bagikan. Bagaimana memanfaatkan internet baik. Saya bersyukur semakin kesini semakin banyak yang sadar akan pentingnya menyebarluaskan literasi digital dengan lebih positif. Kita juga cukup beruntung ada Program Internet BAIK yang diluncurkan pada 2016 oleh Telkomsel dengan menggandeng Kementerian Komunikasi dan Informatika yang bertujuan menciptakan ekosistem digital yang positif dan konstruktif dengan penggunaan internet Bertanggung jawab, Aman, Inspiratif, dan Kreatif. Bahkan, kampanye #internetBAIK ini melibatkan Yayasan Kita dan Buah Hati yang fokus dalam kegiatan konsultasi, pendampingan, pelatihan, dan advokasi seputar isu keluarga dan pengasuhan anak. Hal ini tentu penting sekali, mengingat dari beberapa grup aplikasi perpesanan yang saya sampaikan diatas, bahwa banyak yang khawatir bagaimana mengasuh anak digital native. Selain Yayasan Kita dan Buah Hati, ada pihak lain yang dilibatkan, yaitu ICT Watch sebagai organisasi penggagas awal gerakan digital literasi 'Internet Sehat' dan Kakatu, aplikasi yang dapat digunakan untuk memproteksi dunia digital anak agar terhindar dari kecanduan gadget, permainan online dan konten negatif lain yang ada di dalamnya. Nah yang ini penting juga, proteksi dunia digital. Jadi bukan menghindari tapi melakukan proteksi dunia digital bagi anak.



Kepedulian dari Telkomsel dengan adanya Program #internetBAIK tentu harus dimanfaatkan dengan baik.  Kehadiran seperangkat navigasi dan panduan yang dapat kita (pengguna internet) gunakan untuk dapat mengambil sebesar-besarnya manfaat, dan menekan sekuat-kuatnya dampak buruk yang ada di dalamnya. Perangkat navigasi dan panduan ini mengacu pada norma dan etika yang penuh tanggung jawab, melibatkan pemahaman tentang resiko perilaku online yang berbahaya. Sehingga kita akan semakin sadar pentingnya melindungi diri sendiri dan orang lain dan tentu menerapkan perlindungan diri tersebut secara aman. Para calon orang tua dan orang tua saat ini pun kini bisa belajar melalui panduan, workshop dan seminar yang diadakan oleh #internetBAIK. Internet Baik ini tentu tidak dapat berjalan sendiri, kita musti ambil peran juga dalam internet Baik. Semua orang bertumbuh untuk menjadi semakin baik kan? Ambil peranmu dalam #internetBAIK ya. :)

1 komentar:

  1. Aku termasuk yang concern sama konten internet karena punya anak yang suka banget nonton ini-itu di youtube. Tapi, pembatasannya harus dipikirkan baik-baik, jangan satu konten jelek menghanguskan satu media.

    BalasHapus