“Jika kita mempunyai keinginan kuat dari dalam hati, maka seluruh alam semesta akan bahu-membahu mewujudkannya.” – Ir. Soekarno

Mengembalikan Banyumas ke komoditi jaman dahulu, mungkin memang sebuah hal yang memiliki probabilitas yang kecil. Saat jaman Belanda, Banyumas merupakan tanah yang kaya. Beras Hitam, pala terbaik dan kayu manis terbaik dunia ada di Banyumas. Namun sayangnya hal ini mulai terkikis oleh waktu. Tanah Banyumas sudah tak sesubur dahulu karena kurangnya pengetahuan tentang cocok tanam dari masyarakat sekitar. Macam-macam tanaman di tanam, tidak tersistem dan bahkan kayu keras kerap kali ditemui, hal ini tentu cenderung dapat merusak tanah.
Edi Daryono, sosok sederhana dari Banyumas yang memiliki mimpi itu, mengembalikan Banyumas ke komoditi jaman dulu. Beliau adalah founder dari Padepokan Filosofi Yasnaya Polyana Indonesia dan juga pemilik kedai kopi “Bale Raos Coffee & Tea House” yang terletak di desa Windujaya, Kedung Banteng, banyumas. Tak jauh dari kawasan Wisata Baturraden.
Berbeda dengan kedai kopi yang sekarang bahkan menjadi trend gaya hidup anak muda di Indonesia, di Bale Raos anda tidak menemukan wifi, kursi cantik dan spot foto yang dirancang khusus untuk di upload di Instagram. Saat memasuki Bale Raos, kesan pertama yang anda dapat mungkin sesuatu hal yang klasik.
Ada dua meja panjang yang diatasnya terdapat berbagai bentuk lumpang, setiap meja ada dua bangku seperti halnya di warung kopi, Lukisan Bung Karno, Garuda Pancasila, tembok batu bata dan ornamen kaca dengan lukisan tanaman-tanaman.
Masuk lagi ke dalam ruang berikutnya, ah, nampaknya bukan ruang, karena tempat ini lebih terbuka. Kedai Kopi yang menyajikan aneka macam kopi dan terlihat ada dibagian sudut. Nah, jika di coffeeshop kekinian anda menemukan mesin roasting modern, disini semuanya masih manual. Menarik karena justru aroma kopi nya terasa lebih sedap menggiurkan.
Saya mencoba Teh Rempah yang semuanya merupakan hasil dari kebun yang dimiliki Bale Raos sendiri. Rempahnya sangat terasa, aromanya juga Indonesia banget. Kopi rempah yang disajikan juga aromanya kental akan rempah, mirip dengan buatan ibu yang kalau bikin kopi dicampur dengan kapulaga, namun disini aromanya jauh lebih kena. Masih ingat kan kalo jaman Kolonial kesini tuh buat ambil rempah-rempah? Jadi, mari kita tak hanya menikmati namun juga menjaga dan melestarikan anugerah yang dikasih oleh Allah untuk Indonesia dengan sebaik-baiknya. :)
Komoditas terbesar adalah Gula Merah / Gula Kelapa
Gula merah, gula kelapa atau biasanya orang menyebutnya gula jawa adalah salah satu komoditi terbesar dan yang ditanam-pun merupakan hasil riset dari Belanda. Dibelakang Bale Raos ini terdapat kebun yang ditanam pohon-pohon kelapa. Melalui pohon-pohon kelapa inilah diambil nira-nya dan dijadikan gula merah. Nah proses pengolahan dan liputannya dapat di simak melalui video yang dibuat oleh Tante Evi, blogger senior yang sudah malang melintang di dunia travelling dan fotografi. :)
Belajar Falsafah Kehidupan dari Pejuang Tanah Air Indonesia
“Jika jalan-jalan, jangan sekedar selfie-selfie, sejarahnya hilang. Lihat sawah, tak hanya keindahan yang disuguhkan, tapi juga tetesan-tetesan keringat para petani.“ – Edi Daryono
Pesan moral yang sangat berarti bagi saya. Sebagai anak muda yang sok kekinian, terkadang memang sering khilaf untuk foto sana sini tanpa menyadari sisi lain dibalik keindahan itu. Mas Edi mulai bercerita tentang Bale Raos dan Yasnaya Polyana yang berarti tempat yang damai. Mengapa ada yayasan ini, bagaimana yayasan ini terbentuk dan apa saja program yang ada.
Dengan visi menyatukan kehidupan dengan alam, maka semua program yang ada memiliki nuansa dan kebermanfaatan dari dan untuk alam. Pondok Tani Organik misalnya, ini adalah program dimana para petani diberikan edukasi bagaimana bercocok tanam organic dengan cara yang tepat. Nah, mas Edi menegaskan bahwa makanan dari sayuran organik itu bukan hanya sayurannya yang organik, namun juga proses menanamnya dan cara memperlakukan lingkungannya.
Selain pondok tani organik, Yayasan Yasnaya Polyana juga menaungi pendidikan anak tani dan alam, lembaga advokasi kearifan lokal, perpustakaan bale ndesa belajar, kelompok tani organik dan beberapa program lain yang bahkan juga ada kelas filsafat juga. Untuk kelas filsafat ini juga bukan main-main, yayasan ini menyeleksi calon pesertanya, mereka harus memiliki karya berupa tulisan terlebih dahulu.
Bagi saya, ilmu filsafat itu ilmu yang cukup tinggi kelasnya, saya sering tak paham jika ada teman dari jurusan filsafat berkisah. Mereka memiliki logika yang sangat tinggi dan mungkin orang awam seperti saya memang sulit mencernanya. Nah, kelas filsafat ini benar-benar tidak main-main karena memang ada seleksi dan hanya orang tertentu yang dapat masuk dalam kelas ini.
Saya belajar tentang falsafah kehidupan disini. Meskipun dengan waktu yang singkat, saya semakin memahami dan menghargai kerja keras dibalik apa yang mungkin kita dapatkan dengan mudah. Gula merah yang tadi saya ceritakan diatas dibuat dari air nira yang diambil oleh penderes. Dan perlu diketahui bahwa dibalik manisnya air nira tersebut, ada seseorang yang memanjat 60 pohon dalam sehari untuk mendapatkan air tersebut tiap pagi dan sore. Kurang lebih satu pohon memiliki tinggi 10 meter. Jika pagi mereka naik 60 pohon, maka dalam pagi hari mereka sudah naik turun pohon setinggi 10 m x 60 pohon dan bolak balik, jadi total 1,2 km. Belum lagi sore hari dengan jumlah pohon yang sama. MashaAllah.. Semoga Allah memberikan berkah, nikmat, kesehatan, rejeki dan kebahagiaan kepada mereka..aamiin
Mulai sekarang kalau selfi kudu belajar filosofi juga ya :)
Saya bersama Edi, pemilik Bale Raos dan founder Yayasan Yasnaya Polyana
Salam Ngangsu Kawruh, Tuker Kawruh, Gendu Gendu Rasa!” *salam yang diucapkan mas Edi saat menutup obrolan penuh arti bagi kami di Bale Raos
*Terima kasih Blogger Banyumas telah menyelenggarakan Juguran Blogger yang ke- 3 ini. Semoga dukungan dari Bappeda Litbang Banyumas, Bank Indonesia, PANDI.ID, @fourteen_adv, @lojadecafe, dan Hotel Santika Purwokerto dapat terus terjaga dan semakin bertambah :)
Indah tulisannya Mbak Ria. Berhasil menangkap Apa yang dibicarakan masih di waktu itu. Kece!
BalasHapusAsli, ini mas edi menginspirasi kota semua ya, Riaaaa.
BalasHapusAku juga sangat terkesan saat kunjungan ke Bale Raos nih, someday pengen nginep sana lagi untuk ngobrol2 lbh banyak dgn Mas Edi, dkk :)
BalasHapusAwal datang ke Bale Raos bingung ini siapa mas gondrong yang tiba-tiba persilakan duduk dan racik kopi. Ternyata belio orang keren yang menginspirasi banget. Niat tulus untuk kembaliin komoditi rempah di Banyumas patut diacungi jempol. Pun dengan keahliannya bikin kopi aneka rupa. Omong-omong baru tahu kalo nama belakangnya mirip ama pak inovator Hysu hehhee.
BalasHapusTerima kasih tante Evii, kkebetulan aku catetin di HP hehe. Pas beliau nerangin soal komoditi, aku sambil bayangin. Termasuk pas bahas nanas yang beliau kasih contoh nanamnya ke warga :D
BalasHapusDan tentunya dapat isnpirasi dan tambahan referensi dari blog tante Evi dan peserta Juguran lainnya hehe
mksh mbak ... udah buat kepala saya sedikit menggelembung....
BalasHapusralat tapi,,,namaku Edi Daryono. he,,, tapi ga papa,banyak nama berarti banyak saudara.
wah siap mas Edi, sudah di edit nggeh. hehe
BalasHapusTerima kasih banyak atas ilmu nya yang di share :)
pengen banget belajar lebih banyak, pengen kenalin juga mas Edi ke Petani di Spawon, Ngrangkah, Kediri. :D
[…] syukuri. Menanti Matahari di Bukit Tranggulasih, Inovasi Mutakhir Pompa Hydram Sudiyanto (Hysu) dan Belajar Falsafah Kehidupan dari Petani (Pejuang Tanah Air Indonesia) Banyumas adalah buah tulisan saya dari perjalana di Banyumas. Ditambah sebelum ke Banyumas, saya sempat […]
BalasHapusMantap,,,
BalasHapusinget pas masih sering kesawah duluuu
BalasHapusangin sepoi yang bikin nyaman
lantunan nyanian gemericik air yang menusuk hati
petani yang bekerja dengan penuh kasih sayang dan senyuman ke-ikhlasan
saat lewat pasti nyapa "woiii pe talet dhe ???" (wooiiiii pa yang di tanama ituuu ???)
hee
kangennnnnn.........................