Gemar Baca dan Perkembangan TIK Kudu Selaras

Setelah memutuskan untuk bekerja remote di rumah, saya mengamati berbagai hal yang ada di sekitar saya. Baik kebiasaan ibu, kakak, adek, tetangga dan orang-orang sekitar. Kegiatan rutin selain beribadah adalah setiap pagi hampir setiap rumah di sekitar saya memutar Radio dan memulai pekerjaannya (sebagian besar memang bekerja di rumah). Saat siang sampai menjelang petang, kegiatan menonton televisi menjadi favorit. Dan sepertinya kebiasaan untuk tidak menonton televisi sedari kuliah nampaknya susah untuk saya terapkan di rumah.

Saat malam hari, para orang tua menemani anak-anaknya yang “belajar” dengan tetap menyalakan televisi. Dan untuk remaja atau anak-anak muda, mereka lebih banyak bermain gadget dan terus terkoneksi dengan internet agar dapat selalu update kegiatan melalui sosial media. Penggunaan gadget ini juga menjadi hal yang lumrah seperti halnya dengan menonton televisi. Bahkan sebagian anak-anak kecil di lingkungan tempat saya tinggal “dipaksa” untuk tidak rewel dengan sebuah handphone. Miris.

Saya mencoba menengok sudut lain dengan sering mengunjungi berbagai tempat. Salah satunya adalah Perpustakaan daerah di Kabupaten Kediri. Menjadi anggota perpustakaan sedari Sekolah Dasar membuat saya hafal setiap sudut perpustakaan. Namun tentu saja kini sudha berbeda semenjak saya hijrah untuk melanjutkan studi dan kerja di luar kota.

Perpustakaan yang dulunya terlihat sintrung (dalam istilah orang Jawa yang artinya sedikit menyeramkan) kini berbuah menjadi lebih berwarna. Ada sudut bacaan untuk anak-anak yang di desain sedemikian rupa agar lebih menarik. Hal ini tentu membuat perpustakaan menjadi salah satu tempat yang nyaman untuk dikunjungi. Bahkan menurut data yang sempat saya tanyakan kepada salah satu petugas Perpustakaan, rata-rata pengunjung dalam sehari dalam tahun ini mencapai 50 orang. Kenaikan yang cukup signifikan mengingat tahun 2014 rata-rata pengunjung hanya ada 9 orang dan tahun 2015 naik dua kali lipat sebanyak 18 orang yang berkunjung dalam satu hari.Peran Teknologi Informasi dan Komunikasi yang tak bisa dipungkiri


Pelatihan Blog di Perustakaan Daerah Mastrip Kabupate Kediri

Saya memutuskan untuk ikut berkonstribusi di Perpustakaan daerah. Tentunya dalam berbagai hal yang mencakup bidang saya. Saya mulai berkenalan dengan salah satu pimpinan perpustakaan. Beliau menyebutkan bahwa kemajuan di perpustakaan ini tidak lain adalah karena adanya dukungan layanan komputer dan internet gratis.

Ya, peranan teknologi informasi dan komunikasi memang tidak mungkin bisa dikesampingkan. Mengingat internet kini juga menjadi salah satu media untuk berbagi dan mencari informasi. Komputer-komputer yang tersedia di perpustakaan daerah ini juga dimanfaatkan anak-anak sekolah untuk mengerjakan tugas ataupun mencari tambahan informasi untuk tugas mereka.

Sebagai orang yang berkecimpung di dunia teknologi informasi, saya tak menampik bahwa memang internet kini menjadi salah satu gerbang informasi. Perpustakaan-pun nampaknya memang menyadari hal ini. Apalagi dalam UU No.43 Tahun 2007 pada bab 5 pasal 14 menyebutkan bahwa:
Setiap perpustakaan mengembangkan layanan perpustakaan sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi

Jadi pengembangan perpustakaan memang disesuaikan dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.

Jangan Kesampingkan Esensi Buku yang Sebenarnya


*Image by Freepik.com

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia memang sangat cepat. Apalagi baru-baru ini disebutkan bahwa kecepatan internet di Indonesia mencapai top 5 di Asia dengan pengguna internet hampir setengah dari jumlah penduduk. Hal ini sangat-sangat berbanding terbalik dalam hal minat baca anak-anak Indonesia.

Data dari UNESCO menyebutkan bahwa pada tahun 2012, rata-rata kemampuan baca anak-anak di Eropa dalam setahun mencapai 25 buku. Sedangkan di Indonesia mencapai titik terendah yaitu nol buku pertahun dengan jumlah tepatnya 0,001 persen. Bisa diartikan bahwa hanya ada satu anak dari 1000 anak Indonesia yang mampu membaca satu buku sampai habis dalam satu tahun. Dan penelitian UNESCO juga pernah menyebutkan bahwa 94 persen masyarakat Indonesia lebih gemar menonton dibanding dengan membaca.

Tentu hal ini sungguh sangat disayangkan, mengingat bahwa Indonesia dilahirkan oleh para pahlawan yang gemar membaca buku. Jika masih ingat dengan pelajaran sejarah saat sekolah dulu, saat berada di sel penjara, Bung Karno masih tetap membaca melalui buku-buku yang selendupkan oleh Ibu Inggit, istrinya

Meskipun disisi lain angka melek huruf di Indonesia meningkat dengan turunnya jumlah tuna aksara hingga tersisa sekitar 5-6% saja, nampaknya tidak berpengaruh secara langsung pada budaya minat baca di Indonesia.

Perjuangan membaca dan tidak adanya teknologi dari sebuah sudut yang berbeda

*Omah Wacan Sang Sembung, Salah satu TBM di Kabupaten Kediri yang didirikan secara pribadi oleh salah satu masyarakat desa Brumbung

Luas wilayah Kabupaten Kediri adalah 963,21 km² dengan 26 kecamatan.  Wilayah yang cukup luas dimana setiap kecamatan serta desa memiliki potensi dan tantangan berbeda. Kalau kita melihat dari segi minat baca, kita dapat melihat adanya perjuangan masyarakat desa di wilayah Kabupaten Kediri yang membangun Taman Baca Masyarakat. Adanya Taman Baca Masyarakat ini sangat membantu dalam meningkatkan minat baca masyarakat.

Jika perpustakaan daerah Kabupaten Kediri ini terletak di Kecamatan Pare dengan masyarakat yang lebih modern dan “harus dipaksa” dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi agar mau ke Perpustakaan untuk membaca, tentu akan sangat berbeda dengan daerah lainnya.

Desa-desa di Kabupaten Kediri memiliki potensi SDM yang luar biasa, namun sekali lagi, mereka memiliki tantangan yang berbeda-beda. Tingginya angka putus sekolah, kurangnya minat baca dan keterbatasan ruang kreatifitas bagi remaja di luar kegiatan sekolah di desa Jambu misalnya. Hal ini justru menjadi point yang membuat beberapa masyarakat disana mendirikan Taman Baca Masyarakat El Fikr. Dengan segala keterbatasan dan akses informasi karena letaknya yang termasuk dipelosok, justru kini TBM El Fikr Desa Jambu ini telah meraih prestasi sebagai Taman Baca Terbaik Ketiga se-Indonesia.

Prestasi tersebut tak semata-mata ada tanpa perjuangan. Tujuh pemuda yang merupakan pendiri TBM El Fikr pada awalnya mengumpulkan koleksi buku pribadi masing-masing, lalu dikumpulkan menjadi satu. Dari situ anak-anak di desa diperbolehkan meminjam buku untuk dibaca. Meskipun awalnya sedikit alot, namun ternyata apa yang mereka lakukan mendapatkan sambutan baik dari remaja desa. Dan kini TBM El Fikr sudah memiliki gedung sendiri, berbagai macam koleksi buku dan bahkan menerbitkan buku sendiri.


*Image from Anggota TBM El Fikr. Buku ini merupakan hasil karya TBM El Fikr.

Selain TBM EL Fikr, masih banyak TBM-TBM lain di Kabupaten Kediri yang memiliki perjuangan yang mirip karena memang letaknya ada di pelosok desa. Mereka-pun juga ingin memaksimalkan taman bacanya dengan menambahkan akses internet sebagai media teknologi informasi dan komunikasi. Dengan adanya internet mereka akan semakin update dengan informasi-informasi terbaru. Namun sayangnya akses internet di masing-masing desa ini sangat sulit.

Hal ini tentu akan sulit terwujud jika tidak ada sinergi antara pemerintah dan berbagai stakeholder terkait dalam pengembangan dan pemerataan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di seluruh wilayah di Indonesia. Sangat dibutuhkan adanya kebijakan dan tentunya layanan jaringan (khususnya nirkabel) untuk koneksi internet di berbagai pelosok. Adanya koneksi internet dengan kecepatan yang baik tentu akan semakin membantu TBM-TBM untuk mengakses informasi lebih luas. Berbagai macam koneksi internet mulai dari Dial Up, ADSL, GPRS, 3G, HSPA, Wireless LAN dan sekarang generasi baru 4G LTE akan tetap sulit dijangkau jika tidak ada yang memulai.

Harapan saya, semoga layanan teknologi informasi dan komunikasi terus menjangkau berbagai pelosok negeri ini. Pengalaman yang saya alami ini ada di satu kabupaten saja, dan ternyata memiliki tantangan yang berbeda di setiap kecamatannya.

Perpustakaan Daerah Kabupaten Kediri terletak di Kecamatan Pare. Di Pare, akses internet sangat mudah didapatkan. Namun, menumbuhkan minat baca masih harus dipancing dengan adanya teknologi informasi. Beruntung karena masing-masing perangkat komputer di Perpustakaan Daerah ini telah ada aplikasi edukasi dan juga berbagai macam ebook.

Nah, bayangkan jika Taman Baca Masyarakat yang dari dulu (sampai kini) berjuang meningkatkan minat baca dan telah berhasil meningkatkan minat baca masyarakat desa sekitar, tersentuh dengan teknologi informasi dan komunikasi. Mungkin mereka akan semakin banyak menerbitkan buku dan juga berbagi tulisan mereka melalui blog agar semua orang terinspirasi. Mereka juga akan mudah menemukan banyak informasi dan berbagi informasi tentang literasi untuk kita Indonesia.

Reference :

Menikam Kolonialisme dan Merdeka dengan Buku – Najwa Shihab

Wikipedia Kabupaten Kediri, Majalah Teras, Radar Kediri

Sejarah Kecepatan Koneksi Internet oleh XL

1 komentar:

  1. terma aksi hsduah berbagi min
    bener banget
    teknologi dan perpusatakaan memang harus selaras
    kerena dengan begitu minat baca juga akan tetap di jaga

    BalasHapus