Pesona Destinasi Alam, Adat dan Ala Coffe Banyuwangi #Part2

Akan tetapi, yang benar-benar membuat tempat ini istimewa adalah pengalaman ngopi-ngopi yang diciptakan Ben. Dia tidak sekadar meramu, mengecap rasa, tapi juga merenungkan kopi yang dia buat. Ben menarik arti, membuat analogi, hingga terciptalah satu filosofi untuk setiap jenis ramuan kopi. Filosofi Kopi

kopi banyuwangi
Saat mengunjungi tempat ini saya teringat dengan "Filosofi Kopi" dari penulis wanita hebat di Indonesia, Dee. Bedanya di tempat ini tak sembarang orang bisa masuk. Kami, 15 dblogger yang berangkat dari Surabaya ini termasuk orang-orang yang beruntung karena bisa masuk ke dalam tempat istimewa se-istimewa orangnya. Tempat ini lebih mahsyur dengan nama "Sanggar Genjah Arum".

Om Iwan yang memiliki nama lengkap Setiawan Subekti ini sudah malang melintang di dunia per-KOPI-an. Beliau sudah dikenal di mata Internasional. Beliau sudah sering menjadi juri kontes dan festival kopi dunia. Kopi sendiri memiliki filosofi sendiri dalam hidup saya. Ibu dan kakak-kakak saya sangat suka minum kopi. Kata Om Iwan yang namanya penyuka Kopi dan penikmat kopi adalah hal yang berbeda, entah ibu dan kakak saya termasuk penyuka atau penikmat kopi.

Sanggar Genjah Arum Kemiren, Tempat yang sangat nyaman dengan Ornamen-ornamen klasik

sanggar genjah arum

Beberapa meter sebelum masuk ke dalam kawasan sanggar ini, didalam bus saya mendengar alunan musik. Sesuatu yang dipukul-pukul. Semakin dekat semakin jelas suaranya. Alunan musik lawas ini dibawakan oleh ibu-ibu yang usianya mungkin sudah lebih dari 50 tahun, namun semangat dan tenaganya patut diapresiasi. Kurang-lebih mereka sudah 15 tahun menggeluti kesenian ini. Saya sempat mencoba memainkan satu alunan musik bersama mereka :)

musik Osing

Setelah menikmati bemain bersama mereka, saya masuk ke rumah-rumah Osing di sanggar ini. Lebih dari 6 rumah Osing ada dalam sanggar ini. Dan setiap rumah memiliki keunikan sendiri. Salah satunya adalah tempat om Iwan membuatkan kami kopi. Di depan rumah Osing khusus kopi ini ada sebuah bilik semacam warung kecil untuk duduk santai beserta 2 ibu-ibu se-usia dengan yang bermain alunan musik lumbung padi tadi, yang sudah siap menjamu kami dengan serabi dan tempe keringnya yang sangat lezat.

setiawn subekti

Saya mulai masuk kedalam rumah Osing full Kopai *orang Banyuwangi menyebut kopi dengan kopai . Disini kali pertama bertemu Om Iwan yang hebat itu. Rumah ini menarik. Seperti mini bar khusus kopai gitu. Keren, klasik, dan nyaman. Saya ditawari kopi oleh beliau. Saya meng-iya-kan dan langsung membuatkan kopi untuk saya. Setelah itu om Iwan akan meminta saya untuk menceritakan rasanya. Sedikit Asam. Dan ternyata benar, rasanya memang benar sedikit asam. Ini kopi Arabika, sedikit asam karena tumbuh di atas 1000 dataran tinggi. Rasanya bisa menikmati kopi racikan sang ahli yang pernah tergabung dalam Asosiasi Kopi Amerika pada tahun 1991 dan Prancis pada tahun 1993 ini sangat membanggakan.hehe

Saya sempat mengobrol dengan beliau terkait ibuk saya yang suka banget sama kopi. Kata Om Iwan sich tentu tidak masalah asalkan pengolahannya benar. Ditambah ibuk saya yang suka sekali menambahkan kapulaga kedalam kopi racikannya. Dan kata om Iwan, tentu tidak apa-apa, asalkan kapulaganya tidak digoreng bersama kopinya. I must tell it to my mom :)

Barong usia 350 tahun !

Sejenak menikmati Kopi, saya mendengar alunan musik lagi. Tapi kali ini dari jenis alat musik yang berbeda. Saya penasaran dan menuju asal musik tadi. Tepat didepan ibu-ibu tadi memainkan alunan lumbung padi. Barong dan Ayam mulai menari-menari sesuai alunan musik. Seru! Karena ini kali pertama saya melihat pertunjukan barong live didepan saya. Keren sekali. Saya berhasil memotret aksi barong saat menari.

barong banyuwangi

Setelah selesai pertunjukkannya, saya mengobrol dengan beberapa pemain dari Barong ini. Ternyata banyak sekali filosofi dari Barong. Mulai dari mahkota yang digunakan, kenapa barong selalu mangap menganga , tanduk diatas kepala dan banyak lainnya yang pada dasarnya adalah mengarah kepada Kehidupan dan Tuhan. "Hidup Mandiri karena semua sudah diberi oleh Tuhan", tambah bapak yang sempat saya tanyai.

Selain itu ada yang manarik. Diantara mereka masih ada yang muda-muda, bahkan banyak. Penari Ayam dan Pemain Musiknya masih muda. Saya sempat bertanya pada mas Hengki kenapa beliau gabung dalam club Barong ini, padahal kebanyakan dari mereka adalah keturunan dari pemain barong juga. Dengan bijak mas Hengki ini menjawab, " saya gak ada keturunan, tapi tertarik. Mulai kecil sudah tahu. Suka. Dan pengen ikutan, pengen gabung. Dulu cuman lihat aja, sekarang ikutan. Nah, kalo bukan kita siapa lagi yang lanjutin".

*FYI , barong yang ada dalam foto ini bukan barong yang usianya 350 tahun. Karena barong yang usianya 350 tahun berada di rumah bapak Sapii, pewaris turun-temurun dari barong ini.

Pernak-pernik Klasik diSanggar Genjah Arum Kemiren

Saya sangat menyukai benda-benda klasik. Walau tidak memiliki, saya sangat suka melihatnya. Menurut saya itu sangat unique, classic dan patut disimpan dengan baik. Dan di sanggar ini banyak sekali benda-benda klasik. Dengan semangat saya mengabadikan beberapa benda yang saya jumpai :)

classic 1

classic 2classic 3
classic 4
Masih ada foto-foto dari foto-foto yang terpajang di Sanggar tersebut dan masih banyak lagi :))

Tips Mengolah Kopi ala Pathok

desa kemiren

Om Iwan kini tak bergerak sendiri dalam dunia Kopi di Banyuwangi. Beliau mulai mendidik tholik-tholik (putra-putra) Banyuwangi untuk melestarikan Kopi asal Banyuwangi, khususnya Kemiren. Dan paguyupan ini disebut Pathok, Paguyupan Tholik Kemiren. Mereka sangat aware bahwa melestarikan tradisi, kesenian, dansegala hal yang merupakan identitas desa dan daerahnya penting untuk dilestarikan.

Sebelum ke Sanggar Genjah Arum Kemiren, kami dibawa untuk mengunjungi desa Kemiren untuk bertemu dengan Pathok. Disini kami diberi berbagai tips dan contoh pengolahan kopi yang tepat. Kami diperbolehkan untuk mencoba menyangrai kopi yang tepat, menumbuk kopi yang tepat dan menyeduh kopi yang tepat. Saya sempat mencoba untuk menumbuk kopi yang biasanya di rumah tinggal bawa ke tukang selep / giling di pasar.

kopi banyuwangi

Dari sini praktek dan tips dari Pathok ini saya dapat menyederhanakannya sebagai berikut :

1. Biji Kopi di ayak, dipisahkan yang kecil dan besar,


2. Panaskan tungku hingga 220 derajat, lalu masukkan 600 gr kopi (max. 800 gr) ke dalam wajan yang sudah dipanaskan diatas tungku,


3. Sangrai 25 menit dengan cepat. 5 menit pertama boleh masih pelan-pelan, 10 menit selanjutnya semakin cepat dan semakin cepat disisa menit terakhir.


4. Setelah itu , kopi din tiriskan di kipas cepat(agar cita rasa kopi tidak hilang), lalu dimasukkan kedalam toples atau wadah tertutup selama 3 malam.


5. lalu tumbuk Kopi.



Untuk menyeduhnya : Masukkan satu sendok bubuk kopi lalu masukkan air mendidih yang sudah didiamkan sesaat. Sedikit saja lalu aduk perlahan, searah. Lalu baru tuang lagi air panasnya dan aduk lagi perlahan.

Perlu diingat, bahwa kopi itu tak harus hitam dan kopi itu tak harus pahit. Dan om Iwan beserta anak didiknya ( Pathok ) ini ingin sekali mengubah image kopi yang identik dengan warna hitam ini. Dan apakah kalian berani mencoba? Saya membeli beberapa kopi olahan Pathok dan saya juga mendapatkan gratis olahan Pak Iwan. Jika memang belum sempat ke Banyuwangi, kalian bisa mencicipi yang saya punya :D . Namun lebih dianjurkan jika kalian menikmati kopi di bumi Kopi Banyuwangi :)

0 comments:

Posting Komentar