Kaleidoskop 2017 – Pendidikan, Perjalanan dan Cinta

Setiap pengalaman yang tidak dinilai baik oleh dirinya sendiri ataupun orang lain akan tinggal menjadi sesobek kertas dari buku hidup yang idak punya makna. Padahal setiap pengalaman tak lain daripada fondasi kehidupan.” – Pramoedya Ananta Toer

Pengalaman adalah guru yang terbaik, begitulah ungkapan yang cukup sering saya dengar. Peristiwa atau kejadian baik berkepanjangan atau sejenak singgah, menyenangkan maupun tidak menyenangkan, baik maupun buruk dalam perjalanan hidup. Kalau mau, kita bisa ambil pelajaran, motivasi dan mungkin juga peringatan atas kejadian tersebut untuk melanjutkan perjalanan hidup. Dan tak terasa sudah masuk ke tahun masehi yang baru. Pengalaman di hari-hari kemaren bisa menjadi guru terbaik kita, tentu jika mau mengambil hikmahnya.

Dan seperti tahun-tahun sebelumnya, setiap tahun selalu ada kejadian yang bisa jadi tak pernah diprediksi sebelumnya. Bisa jadi rencana yang telah disusun setiap tahunnya terlaksana semua atau bisa jadi beberapa rencana belum tercapai. Kita berencana, Allah berencana. Dan Allah is the best of planners. Jelas dalam surat Al Anfal ayat 30.

Tahun 2017 menjadi tahun yang super seru. Alhamdulillah. Di tahun 2017 pula seperempat abad sudah usia saya. Tulisan ini sebagai bahan refleksi dan mensyukuri nikmat Allah yang diberikan kepada saya dan barangkali ada yang terketuk mendapatkan pelajaran dari cerita yang mungkin remeh bagi pembaca.

Kuarter pertama 2017



A post shared by Ria Lyzara (@rialyzara) on





Kuarter pertama 2017 diawali dengan pengalaman baru bagi saya memasuki bangku pascasarjana di Universitas Indonesia dan hidup di ibu kota, Jakarta. Memilih untuk resign dari pekerjaan dan melanjutkan pendidikan adalah hal yang cukup membuat saya berfikir berulang-ulang. Bukan karena pekerjaan saya yang terakhir cukup lumayan gajinya dibanding sebelumnya, bukan. Tapi karena lingkungan di sekitar saya. Pendidikan bagi perempuan lulusan S1 saja sudah cukup dibilang “sangat tinggi”, apalagi saya akan melanjutkan S2. Presepsi bahwa perempuan cukup mengeyam pendidikan “seadanya” dan segera menikah, masih kental di lingkungan tempat saya tinggal. Khawatir mengesampingkan soal menyempurnakan agama ini juga menjadi salah satu bahan alot untuk meyakinkan keluarga bahwa saya benar-benar tidak mengesampingkannya, justru mungkin melanjutkan S2 atau hidup di Jakarta adalah salah satu jalan dari Allah untuk ketemu mas jodoh kan? singkatnya begitu.

Kapan nikah dan dengan siapa masih menjadi bahasan sepanjang tahun 2017 bahkan sampai awal 2018 ini. Kekhawatiran tersebut masih menyelimuti hati ibuk, meskipun sekarang saya sudah satu tahun menempuh jenjang ini.  Doa ibuk tak sekalipun luput disetiap sepertiga malam untuk saya agar segera bertemu jodoh dan menikah. Aamiin..

Farhamhuma kama rabbayani shaghiran..

Masa perkuliahan di pascasarjana ini cukup membuat deg-degan luar biasa. Pasalnya saya masuk program studi Magister Teknologi Informasi (MTI) yang didominasi orang-orang yang sudah berpengalaman pada bidangnya. Bahagia bisa dapat ilmu dari mereka, dan khawatir serta takut tidak bisa berimbang dengan mereka dalam menerima perkuliahan. Penyesuaian menjadi hal pertama yang musti saya lakukan. Menyesuaikan diri bagaimana cara belajar yang tepat di bangku pascasarjana, bagaimana menyesuaikan waktu, dan paling fundamental yaitu menyesuaikan hidup di Jakarta.

Di kuarter pertama ini juga saya isi banyak kegiatan. Niatnya tentu menyesuaikan diri hidup di Jakarta yang musti mengukur segala hal (jarak dan waktu) yang dekat, cepat dan tepat. Main ke kantor pusat kontraktor migas yang dulu saya sempat bekerja di salah satu proyeknya, offshore, jadi belum pernah langsung ke kantornya. Mengikuti beberapa acara teknologi informasi dan mencari perusahaan/ lembaga yang tepat untuk tugas kuliah (jadi musti hubungi teman atau yang sekedar kenalan untuk bisa mengerjakan tugas di perusahaan atau lembaga tempat mereka bekerja. Dan bahkan random pula mencari dan mengajukan ke perusahaan atau lembaga yang memungkinkan bisa penelitian di sana). Cukup hectic pula karena ada perjalanan-perjalanan singkat yang tidak pernah saya prediksi. Seperti di awal bulan Maret 2017, saya ke Lombok untuk beberapa hari dan pertengahan Maret 2017 saya musti ke Surabaya untuk menghadiri pernikahan seorang sahabat. Otak dan fisik saya cukup diuji di kuarter pertama 2017.  Di bilang lancar-lancar saja sebetulnya juga kurang tepat, tapi Alhamdulillah bisa dilalui.

Kuarter kedua 2017





A post shared by Ria Lyzara (@rialyzara) on




Kuarter kedua terasa sedikit lebih berat di mana tugas semakin dekat dengan deadline dan tiba-tiba ada perjalanan singkat lagi ke Surabaya karena kakak senior saat sarjana dulu, yang sudah seperti kerabat, menikah. Dan saya pulang ke rumah sejenak pula setelah acara tersebut. Saudara-saudara berkumpul juga di rumah, ada pengajian dan sedikit kejutan untuk ibuk yang berulang tahun di bulan April. Ini bukan tradisi, tapi karena mau mengekspresikan cinta kamu ke ibuk, jadi untuk kali pertama moment yang pas semuanya berkumpul, kami memberi kejutan ke ibuk. Hanya dengan sebuah kue dengan beberapa lilin.hehe.. Ibuk terlihat sangat bahagia dan tak menyangka. Sedikit salah tingkah dan malu-malu. Ini kali pertama anak-anaknya, cucu-cunya berkumpul, ya memang tidak sengaja, di rumah tiba-tiba ada jadwal pengajian tepat di bulan April.

Dari bulan April sampai awal Juni, masih sama dengan yang kuarter pertama di tahun 2017,  saya masih menyesuaikan diri jika ada perjalanan jauh namun singkat semacam itu dan waktu dalam pengerjaan tugas kuliah yang sedikit berantakan. Tugas kuliah di pascasarjana sangat berbeda dengan jaman dulu di jenjang sarjana. Kasus per kasus harus benar-benar dianalisis dengan baik. Good data, good theory and good method. Itu doktrin pertama dari Pak Riri, salah satu dosen terbaik MTI, saat masa perkenalan program studi. Alhamdulillah berbagai tugas dan ujian akhir semester telah saya lewati dengan cukup. Nilai indeks prestasi baru muncul pada bulan juni yang cukup membuat saya deg-degan (lagi), karena nyaris dengan standar yang diberikan oleh LPDP, lembaga beasiswa yang menaungi saya.



A post shared by Ria Lyzara (@rialyzara) on





Sadar bahwa ilmu agama saya kurang dan kurang, jauh-jauh hari sebelum libur semester yang sangat panjang (hampir 3 bulan), saya sudah merencanakan untuk mengikuti pondok pesantren kilat. Saya menghubungi berbagai pondok untuk bertanya apakah persyaratan mengikuti pesantren kilat. Hampir di semua pondok yang saya hubungi memiliki program 2 pekan, kurang lebih 15 hari awal Ramadhan. Sayangnya, saya baru kembali ke kampung halaman pada pekan kedua, ini berarti saya hanya bisa ikut satu pekan saja dalam program tersebut. Saya menghubungi dua pondok, dimana dari jadwal yang diberikan tidak ada maknani kitab atau memaknai kitab. Karena pasti saya akan keteteran di situ. Walhasil setelah satu malam sampai di rumah, besoknya saya langsung ke pondok Lirboyo untuk mengikuti program tersebut. Sayangnya setelah sampai ke sana, mbak-mbak pondok tersebut menyarankan saya untuk tidak ikut saja, karena sayang sekali semua kitab sudah khatam dibaca. Tanpa banyak berfikir saya langsung minta adek saya mengantarkan saya ke pondok Sumbersari, yang letaknya lebih dekat dari rumah saya. Dan yak, masih ada programnya dan kitab yang dikaji masih belum khatam. Fixed! Saya sepekan akan tinggal di sini. Dan handphone saya-pun mulai dititipkan selama program. Sebagai seorang yang tak pernah lepas dari handphone, awalnya saya khawatir apakah saya bisa bertahan. Namun, mengingat jadwal yang cukup padat, Alhamdulillah, saya bisa bertahan. Hehe

Kalau dibilang berat masuk pondok pesantren, walaupun kilat, ya, saya rasa memang berat, tapi sangat asik. Saya cukup bahagia berada di sana. Semua orang disibukkan dengan membaca kitab, buku dan menulis. Semuanya sibuk dengan ilmu. Damai rasanya. Kalau untuk kitab yang saya pelajari di sini, yah. Namanya juga kilat dan telat masuk, jadi saya hanya mengikuti pembahasan di seperempat kitab terakhir. Ada beberapa kitab yang dipelajari, salah satunya adalah  Ta'lim Muta'allim.

Kuarter  ketiga 2017





A post shared by Ria Lyzara (@rialyzara) on




Selepas mengikuti pesantren kilat, tepatnya satu pekan sebelum Hari Raya Idul Fitri, saya sakit. Bisa dibilang sakitnya cukup remeh, batuk, pilek, demam, pusing dan muntah-muntah. Saat dibawa ke dokter, tidak ada gejala penyakit tipus atau DB. Konklusi sementara oleh keluarga di rumah adalah mungkin kecapekan karena selepas dari Jakarta, saya langsung mondok disaat puasa dan dengan jadwal yang padat, terlebih belum pernah sebelumnya. Ya, itu mungkin saja. Saya tetap mengkonsumsi obat dari dokter , sakit tersebut berlangsung dua pekan, sampai pada sepekan setelah hari raya, baru saya sembuh total. Fyuh, baru kali ini saya sakit cukup lama.

Pertengahan Juli, saya melanjutkan perjalanan saya sebagai seorang blogger dengan mengikuti Juguran Blogger. Awalnya khawatir tidak mendapatkan ijin ibuk, tapi ternyata dapat. Bahagia lah saya! Saya mengunjungi banyak tempat di Banyumas melalui acara ini. Bertemu para blogger traveller high class dan mendapatkan ilmu kehidupan menjadi bonus yang sangat saya syukuri. Menanti Matahari di Bukit Tranggulasih, Inovasi Mutakhir Pompa Hydram Sudiyanto (Hysu) dan Belajar Falsafah Kehidupan dari Petani (Pejuang Tanah Air Indonesia) Banyumas adalah buah tulisan saya dari perjalana di Banyumas. Ditambah sebelum ke Banyumas, saya sempat berkeliling singkat di Jogjakarta, ditemani oleh Mas Dinnu (Local Guide Jogjakarta) dan  Dian (teman baru saya di Jogja) serta adeknya. Saya juga mengikuti acara Kopdar Local Guide Nasional di Batu dan sempat menginap semalam di Pondok Pesantren Gasek, Malang. Berasa bonus setelah sakit dari Allah ini keren banget lah! Bertemu banyak orang baru dan berbagi pengalaman baru yang menyenangkan dalam perjalanan.

Selain perjalanan “sendirian” ke Banyumas dan Jogja, untuk kali pertama saya ke pantai bersama Ibuk! Hoho, Tepatnya di bulan  Juli, ibuk harus mengikuti acara senam jantung sehat di Kota Kediri dan salah satu agendanya adalah ke pantai di Tulungagung (FYI dari tempat acara ke pantai di Tulungagung itu cukup jauh). Ikutlah saya untuk menemani ibuk. Adek saya yang pada dasarnya tidak bisa perjalanan darat menggunakan bus memutuskan untuk ikut serta juga (jadi ibuk bayar triple untuk perjalanan ini).  Lama tidak jalan-jalan, begitu alasan dia. Jadilah saya pasti “momong” dia dalam perjalanan. Tapi meskipun cukup PR harus menjaga adek yang mabuk darat, saya menikmati perjalanan ini. Ibuk sangat senang, ini kali pertama ibuk ikut acara jalan-jalan dari organisasi senam ini.



A post shared by Ria Lyzara (@rialyzara) on





Kuarter ketiga ini saya tutup dengan sharing pengalaman dengan adek-adek di majalah SMA saya. Sebetulnya jika diminta untuk sharing, saya cukup bingung harus sharing apa. Jadi jatuhnya lebih ke cerita pengalaman saja.

Kuarter  keempat 2017

Well, ini kuarter terberat sepanjang 2017. Di bulan Oktober sampai Desember saya musti mengerjakan tugas semester 2 yang cukup berat semua (hampir semua mata kuliah). Lagi-lagi pontang panting sana-sini mencari tempat penelitian. Belum lagi topiknya. Giliran dapat topik dan tempat penelitian untuk salah satu mata kuliah yang tugasnya adalah tugas individu, pada detik-detik terakhir, saya harus mengganti topik saya. Mengganti topik tidak semudah jaman dulu saat S1. Mengganti topik berarti harus menemukan maslaah baru yang akan diselesaikan, yang berarti jika tidak ada masalah lain dalam perusahaan tempat kita mengerjakan tugas, berarti harus mencari tempat lain. Kuarter keempat ini penuh dengan drama dah! Yang kehujanan tiap ambil data, sakit selama sepekan di kos, sempat adu argumen dengan teman kelompok untuk tugas lain, dan lain sebagainya.

Tapi drama itu nampaknya terselesaikan dengan baik meskipun kurang maksimal. Saya berhasil menghubungi salah satu kantor pemerintahan untuk melakukan penelitian, 5 hari setelah email dikirim baru dibalas. Besoknya langsung mengadakan pertemuan dan yippi topik didapat! Waktu satu pekan mengerjakan bab 1 sampai bab 3 untuk penelitian tersebut adalah sebuah wacana karena saya kekurangan data. Walhasil saya hanya mengerjakannya dalam 2-3 hari saja. Tentu kurang maksimal. Saya masih sedikit sedih karena strategi awal saya dalam mengerjakan tugas ini sudah salah sehingga harus ganti topik segala. Meskipun topik yang sekarang cukup mendapatkan sinyal positif dari dosen saat presentasi. Kita tunggu saja hasilnya keluar pada bulan ini. Semoga melegakan hari saya. hehe

Meskipun kuarter terkahir tahun 2017 ini penuh dengan drama, saya masih menyempatkan diri untuk mengikuti acara-acara di Jakarta dan bertemu dengan teman-teman saya, serta mengikuti acara Google Top Contributor Summit di Singapura di awal bulan Oktober 2017 dan mampir ke Malaysia juga. Alhamdulillah.

So, sebetulnya masing-masing dari kita saya yakin punya kisah yang lebih layak diceritakan ketimbang kisah saya di 2017 ini. Lagi-lagi, saya menulis sebagai bahan refleksi saya untuk terus bersyukur. Nampaknya masalah saya hanya itu-itu saja ya?Ya karena itu saja yang layak dipublish dan nampaknya umum dialami oleh orang lain juga. Sungguh, menyembunyikan musibah merupakan sebagian dari simpanan kebajikan. Begitu kata-kata orang-orang salaf yang pernah saya baca.

In every life we have some trouble, when you worry you make it double, don’t worry, be happy. don’t worry be happy now! – Bob Marley

8 komentar:

  1. Perjalanan di pertengahan tahun di bulan Juli mempertemukan kita sebagai blogger, ya Mbak Ria. Dirimu telah melalui bulan bulan penuh inspirasi. Semoga tahun 2018 semakin banyak lagi inspirasinya. Amin

    BalasHapus
  2. Semoga lekas ketemu jodoh di ibu kota ya mbak Ria.... Yeach.... Tetap Semangat NgeBlog, seru juga bisa seru-seruan bareng mbak Ria di Juguran Blogger Indonesia di Banyumas

    BalasHapus
  3. Keren Mbak Riaaaa. Senang bisa kenal dengan Mbak Ria. Semoga sukses segala galanya yaaaa :)

    BalasHapus
  4. Wah Ria, siapa bilang biasa2 ini kaleidoskopmu. Banyak petualangan baru yang seruuu, semoga ada banyak hikmah di baliknya ya. Insyaallah ttg jodoh mah dipermudah kl sdh pas waktunya asal tetep ikhtiar ketemu orang2 baru dan pengalaman baru. Sukses studinya juga ya, jaga kesehatannnn

    BalasHapus
  5. Aamiin..terima kasih doanya mbak Evi..
    Alhamdulillah dipertemukan dengan blogger keren seperti njenengan, bahagia sekali :)
    Sukses selalu mbak :*

    BalasHapus
  6. Aaaamiiinn.. makasih doanya kak didik :D
    Next time semoga ada juguran lagi yoo :D

    BalasHapus
  7. Hai Afriantii.. kalo ke Jakarta berkabar doonkkk :D

    aamiin, makasih ya doanya, sukses juga buat kamuu :*

    BalasHapus
  8. Halo mbak pritaaa yang paling menginspirasiii..
    Hehe, iya nih mbak, merasa biasa saja sebetulnya..
    InsyaAllah banyak hikmah dibaliknya, aamiin..
    Terima kasih doanya, iya mbak, semoga ya mbak, ria segera ketemu sama mas jodoh..aamiin
    sukses juga buat njenengan, jadi ibu muda yang bahagiaaa :*

    BalasHapus