Teringat saat masa SD ku dulu. Aku sekolah disebuah Sekolah Dasar di tengah kota lahirku. Saat itu, aku baru saja beberapa bulan masuk SD. Masih teringat aku, saat ayahku pertama kali dan untuk terakhir kali menjemputku di Sekolah. Senang pasti rasanya. Karena, ini yang pertama kali ayah menjemputku di Sekolah. Betapa senang dan bangga-nya aku saat ayahku menjemputku dengan motor tua-nya. Coba kejadian itu dapat berulang. Tapi, saying. Itu kali pertama dan terakhir ayahku menjemputku.
Selang beberapa waktu ayah sakit. Parah bahkan. Dulu aku tak mengerti sama sekali. Aku baru kelas 1 SD, bahkan aku belum Ulangan Semester Cawu pertama-ku. Yach mungkin sekitar 3 bulan setelah aku masuk SD. Ayah sampai harus diopname di Rumah Sakit. Bahkan masih di Rumah Sakit sampai aku dapat hasil rapor cawu terakhirku di kelas 1. Sekitar bulan Juli saat itu. Dan setiap aku minta tanda tangan Ibu untuk raporku, aku harus ke Rumah Sakit dulu. Itu seingatku.
Berapa bulan ya ayahku di Rumah Sakit. Berbulan-bulan-lah. Aku tak ingat. Pengobatan Medis tak mampu mungkin mengobati sakit ayahku. Hingga akhirnya keluarga-ku membawa ayah pulang ke rumah. Pengobatan alternatif-pun juga pernah dicoba. Namun. Inilah Takdir. Ayah meninggal. Ya, saat itu aku masih duduk kelas 1 SD itu. Saat itu, tentu aku tak mengerti apa-apa. Dan setelah mengerti, aku mengingat puing-puing kisah ini.
Detik-detik sebelum ayah meninggal.. Ayah yang terbujur kaku dihadapanku, kakak- kakak ku yang mengelilingi beliau. Membaca doa-doa yang aku tak faham apa yang diucap. Kakak tertua ku hanya menoleh kepadaku lalu melanjutkan membaca doa. Aku tak faham. Dan saat aku tumbuh besar aku baru ingat. Bodohnya aku dulu. Saat pemberangkatan jenazah ayahku, aku tak tahu. Aku malah lari ke lantai atas. Tradisi anak cucu yang menerobos keranda, juga tak aku lakoni. Tidak tahu apa yang aku fikirkan dulu. Aku lupa.
Aku juga tak tahu. Mengapa kini aku menjadi begitu terbuka menceritakan tentang ayahku. Dulu. Dari SD sampai MTs atau SMA awal mungkin. Aku benar-benar tertutup. Termasuk tentang ayahku. Sesekali mereka [teman-temanku] bertanya, maka aku jawab apa adanya. Tapi, aku tak pernah memulai cerita. Kecuali mereka Tanya, Tapi, entah mengapa. Sejak SMA, aku menjadi terbuka. Tentang Ayah khususnya.
Dulu. Bahkan sampai sekarang. Meski aku sadar ini takdir. Tapi, tetap saja terkadang aku iri. Iri kepada teman-temanku yang diantar ke Sekolah, di SMS, di Telfon, atau apalah kegiatan mereka [teman-temanku] dengan ayah mereka. Selalu membuatku iri.
Dulu. Meski iri. Aku masih cuek. Aku belum mengerti diriku. Sama sekali aku tak mengerti. Meski iri. Terkadang aku masih bisa memendamnya. Tapi, kini. Aku sering menangis karena rindu. Padahal sudah 12 tahun aku ditinggalkannya. Tapi dulu aku benar-benar mandiri, sudah terbiasa, rasa rindu hanya sekedar kangen. Tak seperti sekarang. Aku benar-benar rindu sosoknya..
Ayah..aku rindu..
[…] SD doeloe. SD itu 6 tahun, jadi masih banyak kisah lagi yang bakal aku ceritakan. Mulai dari yang haru biru , menegangkan, dan Tunggu aja ya […]
BalasHapus